Permukiman Warga Sekitar IKN dan Masa Depan Hunian di Nusantara

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) bukan hanya tentang infrastruktur megah dan gedung-gedung pemerintahan baru, melainkan juga tentang bagaimana dampaknya terhadap permukiman warga sekitar IKN. Proses pembangunan ibu kota negara yang baru ini menyentuh wilayah-wilayah yang telah lama dihuni masyarakat adat, petani lokal, hingga penduduk desa yang hidup turun-temurun di Kalimantan Timur. Perubahan ini tidak hanya fisik, tapi juga menyentuh aspek sosial, budaya, dan ekonomi.

Isu permukiman warga sekitar IKN muncul karena kebutuhan akan lahan dalam skala besar untuk membangun kawasan inti dan wilayah penunjang IKN. Di sisi lain, banyak warga lokal yang selama ini menghuni area tersebut belum mendapatkan kepastian atas status tanah mereka. Beberapa wilayah bahkan merupakan kawasan adat yang belum diakui secara resmi oleh negara. Akibatnya, kekhawatiran pun muncul di tengah masyarakat tentang nasib hunian mereka di masa depan.

Pemerintah Janjikan Hunian Layak Bagi Warga IKN

Seiring dengan percepatan pembangunan, pemerintah pusat menyampaikan komitmennya untuk tidak hanya membangun gedung pemerintahan, tetapi juga menjamin hak warga lokal melalui penyediaan permukiman yang layak. Dalam rencana besar yang tertuang di laman resmi otorita IKN, pemerintah menyebutkan bahwa pembangunan kota ini akan bersifat inklusif. Artinya, semua golongan masyarakat, termasuk warga lokal, akan mendapat ruang untuk hidup, berkembang, dan berkontribusi di ibu kota baru.

Pemerintah melalui Otorita IKN menyatakan bahwa akan disediakan hunian vertikal maupun rumah tapak bagi warga yang tinggal di sekitar kawasan inti IKN. Hal ini bertujuan agar pemukiman warga di IKN tetap terjaga, bahkan lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, desain kota yang mengusung konsep “kota untuk semua” juga menekankan integrasi antara hunian, ruang terbuka hijau, akses transportasi publik, dan fasilitas umum lainnya. Dengan demikian, permukiman warga sekitar IKN tidak sekadar bertahan, melainkan juga meningkat kualitasnya.

Plang Kawasan IKN dan Keresahan Masyarakat

Meski pemerintah menjanjikan permukiman yang lebih baik, kenyataan di lapangan belum sepenuhnya meyakinkan warga. Beberapa warga di Kecamatan Sepaku, misalnya, mulai resah ketika plang bertuliskan “Kawasan IKN” dipasang di sekitar rumah dan kebun mereka. Mereka khawatir bahwa pemasangan plang tersebut menjadi sinyal pengambilalihan lahan, padahal sebagian besar dari mereka belum mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang mereka tempati sejak lama.

Baca juga:  E-Government IKN: Transformasi Digital Pemerintahan Modern

Menurut penjelasan resmi, plang tersebut hanyalah penanda bahwa area tersebut masuk dalam peta rencana pembangunan IKN, dan belum tentu menjadi lokasi pembangunan fisik. Namun, tetap saja, warga lokal IKN merasa cemas. Apalagi banyak dari mereka belum memiliki sertifikat tanah, sehingga rawan digusur tanpa ganti rugi yang memadai. Permukiman IKN Nusantara menjadi isu yang sangat sensitif karena menyangkut masa depan tempat tinggal ribuan keluarga.

Warga Adat dan Tantangan Pengakuan Hak Lahan

Salah satu isu yang paling kompleks adalah menyangkut warga adat. Menurut data dari BRWA (Badan Registrasi Wilayah Adat), setidaknya terdapat 105 ribu hektare wilayah adat di sekitar IKN yang belum diakui negara. Padahal wilayah-wilayah tersebut sudah sejak lama dihuni dan dimanfaatkan secara turun-temurun oleh komunitas adat Dayak dan masyarakat lokal lainnya.

Persoalan pengakuan lahan ini sangat penting dalam konteks pembangunan yang adil. Tanpa pengakuan resmi dari negara, masyarakat adat tidak memiliki kekuatan hukum untuk mempertahankan wilayahnya. Jika proyek pembangunan masuk ke wilayah mereka, maka mereka bisa terusir tanpa kompensasi yang layak. Oleh karena itu, permukiman warga sekitar IKN membutuhkan pendekatan yang tidak hanya fisik, tapi juga sosial dan kultural. Pemerintah didesak untuk segera melakukan inventarisasi wilayah adat dan menerbitkan pengakuan hukum formal.

Potret Permukiman IKN Nusantara Saat Ini

Permukiman warga yang berada di sekitar wilayah IKN saat ini terdiri dari berbagai macam bentuk. Ada yang berupa desa adat, kampung pertanian, hingga perumahan sederhana. Beberapa wilayah seperti Desa Pemaluan dan Desa Bukit Raya menjadi contoh tempat yang kini berada dalam bayang-bayang pembangunan kota baru.

Perumahan IKN secara alami mulai menyesuaikan dengan kondisi pembangunan. Ada warga yang mulai berjualan untuk memenuhi kebutuhan pekerja konstruksi, ada pula yang mempertimbangkan untuk pindah jika kompensasi dan hunian pengganti layak disiapkan. Meski begitu, tidak sedikit pula yang masih mempertahankan rumahnya karena memiliki nilai sejarah dan keterikatan emosional dengan tanah tersebut.

Baca juga:  Bagaimana Pembiayaan Pembangunan IKN Bisa Berjalan Lancar?

Komitmen Inklusif Pembangunan Kota untuk Semua

Dalam berbagai forum, Presiden dan pejabat Otorita IKN menegaskan bahwa pembangunan IKN tidak akan mengorbankan hak masyarakat lokal. Justru, mereka diharapkan menjadi bagian dari ekosistem kota pintar ini. Termasuk dalam hal ini adalah pengadaan perumahan IKN yang tidak hanya difokuskan untuk aparatur sipil negara dan pekerja, tetapi juga untuk warga lokal yang terdampak pembangunan.

Model hunian vertikal direncanakan untuk diterapkan di beberapa zona IKN, dan akan diprioritaskan bagi kelompok yang terkena dampak langsung. Artinya, warga lokal akan mendapat akses ke hunian modern yang terhubung dengan infrastruktur dan fasilitas kota. Pendekatan ini jika dilakukan dengan transparan dan melibatkan warga, dapat menjadi solusi jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan permukiman warga sekitar IKN.

Kolaborasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah

Selain pemerintah pusat, peran pemerintah daerah juga sangat krusial. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bersama pemerintah kabupaten harus menjadi jembatan komunikasi antara warga dan otoritas pusat. Pemerintah daerah dapat berperan dalam mendata warga, memfasilitasi proses legalisasi lahan, dan memastikan bahwa tidak ada masyarakat yang dirugikan dalam proses pembangunan.

Organisasi masyarakat sipil juga terlibat aktif dalam mengadvokasi hak-hak warga sekitar. Mereka memberikan pendampingan hukum, menyuarakan aspirasi komunitas adat, serta mendorong transparansi data dalam proses pembangunan. Kolaborasi ini sangat penting agar isu permukiman tidak menjadi sumber konflik, melainkan bagian dari transformasi positif.

Tantangan Sosial dan Kultural di Tengah Modernisasi

Perubahan besar yang dibawa oleh proyek IKN juga membawa tantangan sosial yang tidak kecil. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam komunitas agraris tradisional harus beradaptasi dengan gaya hidup kota. Perubahan ini mencakup akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, transportasi, serta pola kerja dan interaksi sosial.

Jika tidak diantisipasi, bisa terjadi alienasi budaya, di mana warga lokal merasa asing di tanah sendiri. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk tidak sekadar membangun fisik, tetapi juga memberikan ruang ekspresi budaya dan pelestarian tradisi dalam perencanaan kota. Permukiman warga sekitar IKN bisa menjadi model permukiman berkarakter lokal jika dirancang dengan pendekatan partisipatif.

Baca juga:  Strategi Lokasi IKN Aksesibilitas untuk Pembangunan Merata

Kesimpulan

Permukiman warga sekitar IKN bukan hanya soal rumah dan lahan, tapi menyangkut identitas, sejarah, dan masa depan ribuan warga. Di tengah geliat pembangunan ibu kota negara yang baru, penting bagi semua pihak untuk memastikan bahwa masyarakat lokal tidak tersisih, melainkan menjadi bagian integral dari proses transformasi. Dengan pendekatan inklusif, transparan, dan berbasis keadilan sosial, maka IKN benar-benar bisa menjadi kota dunia untuk semua.

FAQ

Apa itu permukiman warga sekitar IKN?
Permukiman warga sekitar IKN adalah kawasan hunian masyarakat lokal yang telah lama tinggal di wilayah yang kini menjadi bagian dari Ibu Kota Nusantara di Kalimantan Timur.

Mengapa isu ini menjadi penting?
Karena banyak warga belum memiliki kepastian hukum atas lahan mereka, sementara pembangunan IKN terus berjalan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan hak atas tempat tinggal.

Apa solusi yang ditawarkan pemerintah?
Pemerintah berkomitmen menyediakan hunian layak melalui rumah vertikal atau rumah tapak serta menjanjikan pendekatan inklusif bagi warga terdampak.

Bagaimana nasib warga adat di sekitar IKN?
Masih banyak wilayah adat yang belum diakui secara hukum. Pemerintah didorong untuk segera memberikan pengakuan dan perlindungan bagi komunitas adat.

Apa yang bisa dilakukan masyarakat sipil?
Masyarakat sipil bisa berperan melalui advokasi, pendampingan hukum, serta menjadi jembatan komunikasi antara warga dan pemerintah.

banner 325x300

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *